Aku takut kamu takut

Senin, 07 Oktober 2019


Kalau ditanya aku berubah atau nggak, ya setiap hari aku berubah.

"Kamu berbeda"
Kamu bilang begitu. Beberapa orang juga bilang begitu.
Ya, sebenarnya sih aku sama aja kayak yang lain. Hehehe ...






Kutipan dari akun instagram @nkcthi ini mendadak bikin aku mikir.
Bukan. Bukan karena ada seseorang yang hadir dan merasa lebih kenal diriku daripada aku. Malah sebagian besar bilang kalau aku susah di tebak.Artinya, nggak ada yang bener-bener kenal diriku.
Bahkan mungkin diriku sendiri nggak ngerti aku itu seperti apa.

Semakin lama dipikirkan, aku akhirnya sadar. Aku berubah, setiap hari. Selalu ada pemikiran-pemikiran baru yang cukup mengganggu selalu muncul setiap hari. Entah karena suatu kejadian, atau hanya karena sesuatu yang sempat aku baca, yang sempat aku dengar, dan yang sempat aku lihat.
Suatu pagi bisa saja aku berpikir ingin makan nasi goreng, besok belum tentu.
Suatu malam mungkin aku bisa jadi orang paling ceria yang pernah kamu temui.
Tapi di malam lain mungkin aku sedang lelah dan tak seasik biasanya.

Mungkin pada suatu waktu kamu menemukan aku yang sebenarnya. Tapi aku saja tidak tau kapan aku jadi sebenarnya. Aku bisa jadi apapun.
Aku bisa jadi sangat ramai, aku kadang juga jadi sangat sepi.
Kadang aku bisa banyak mikir, kadang aku lebih milih tidur saja.
Kadang aku punya banyak cerita untuk dibagi, kadang aku sedang tidak ingin cerita saja.
Kadang aku peduli, kadang aku apatis.

Menurut kamu, aku bagaimana? Atau bisa jadi kamu yang lebih mengerti aku daripada diriku sendiri.

Siapa yang kecewa?

Selasa, 10 September 2019


Pencapaian hidup yang kemarin-kemarin keliatan gemilang, mendadak menuruh di satu periode terakhir. Rasanya jadi nggak guna. Ngapain lah aku hidup jadi parasit gini. Uda ga ada yang bisa dibanggain lagi. Udah nggak penting lagi. Semuanya pasti kecewa. Aku bukan apa apa lagi.

Mereka pasti kecewa. Aku yang kemarin-kemarin diharapkan ternyata tak juga menghasilkan apa-apa. Menyedihkan. Memalukan.

Akhir-akhir ini tembok yang ku bangun semakin tinggi. Persembunyian yang aku bangun semakin sulit untuk dicari. Tolong jangan perlihatkan aku pada siapapun. Nanti kalian malu. Biarkan saja aku sembunyi disini. Sampai aku percaya diri lagi. Sampai aku menemukan sesuatu yang bisa aku capai. Meski sampai saat ini keadaanya masih seperti ini. Lari lalu sembunyi adalah hal yang akhirnya aku pilih.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya ada yang salah dengan diri.
Siapa yang kecewa?

Awalnya aku pikir, aku telah mengecewakan mereka. Membuat mereka malu memilikiku dalam hidup mereka. Tapi ternyata itu tak sepenuhnya benar, dan tak sepenuhnya salah juga (mungkin)

Yang membuatku jadi seperti ini justru karena aku yang kecewa pada diriku sendiri. Aku yang malu pada diriku sendiri. Aku yang menganggap diriku tak berguna. Aku yang benci diriku sendiri. Aku yang tak cinta pada diriku sendiri.

Ya memang aku sepecundang itu sih. Hahahahaha.

Sudut Pandang

Kamis, 28 Maret 2019

Tau kenapa aku pilih-pilih kalau mau cerita ke orang?


Bukannya sebaiknya ngomong sama yang punya sudut pandang beda? Jadi bisa mengambil keputusan lebih baik lagi dari berbagai perspektif. 
Iya, nggak salah juga sih. Tapi kalau dipikir lagi, ngomong sama orang beda sudut pandang tapi sudut pandang orang itu nggak bisa kita terima sama sekali juga nggak guna. Yang ada malah marah, kesel, dan nggak ada penyelesaian. Nggak nenangin juga. Terus ngapain?

Gini. Memang nggak salah kok dan memang lebih baik juga kalau diskusi sama orang yang punya pemikiran berbeda dari kita. Jadi bisa intropeksi diri juga, apa ada pemikiran kita yang salah dan pemikiran orang itu lebih baik?
Tapi, sering kali tingkat toleransi kita terhadap pendapat orang lain itu beda-beda. Aku menyadari kalau ada beberapa orang yang aku percaya dan aku yakini pendapatnya dan ada yang tidak.
Efeknya adalah ketika orang yang aku percaya ini nggak setuju sama pendapatku dan dia punya pendapat sendiri, aku cenderung mengiyakan atau menerima tapi tidak meninggalkan juga prinsipku yang aku anggap benar sebelumnya. Soalnya pernah ada yang bilang ke aku kayak gini, "Lakuin aja apa yang menurutmu bener."

Maksudnya itu gini. Boleh aja kita kepengaruh sama pendapat orang lain, tapi tetep yang menentukan itu diri sendiri. Intinya lakuin apa yang menurutmu bener. Kalau nggak sreg ya jangan di lakuin. Jangan sampe nyesel belakangan cuma gara-gara kepengaruh sama omongan orang lain.

Kayak puzzle. Bentuk yang beda belum tentu bisa cocok dan bentuk yang sama pun juga belum tentu bisa cocok. Yang kita cari kan bukan orang yang punya kesamaan atau perbedaan. Tapi orang yang ngerti. Nggak masalah punya sudut pandang yang beda  ataupun sama asalkan ngerti. Karena kalau udah ngerti dan peduli meski sudut pandang beda tujuannya pasti tetep satu. Kalau sudut pandangnya sama tapi tujuannya beda yang tetep nggak bisa satu kan?

Jadi tau kenapa aku pilih-pilih kalau mau cerita sama orang?
Karena manusia emang lebih nyaman cerita sama orang yang ngerti. Itu kenapa aku ga terlalu dengerin pendapat orang yang nggak ngerti. Sama kayak kita nggak usah ambil pusing sama omongan netizen. Mungkin mereka punya pengalaman, tapi mereka nggak ngerti.

Selamat Ulang Tahun

Selasa, 05 Maret 2019

Mungkin nggak banyak yang tahu. Dan aku pun nggak sadar. Atau memang sebenarnya bukan ini yang sebenarnya aku rasakan.
Sampai suatu hari di hari ulang tahunku yang ke 22, saudariku mengatakan sesuatu.

"Kak aku pernah denger, katanya ada loh syndrom Birhtday Blues"

Apaan tuh?

"Iya, kamu tuh jadi selalu sedih kalau ulang tahun. Coba mundur berapa tahun deh kak, aku lupa kapan, tapi kamu selalu nangis pas kamu ulang tahun."

Tapi itu kan ada penyebabnya. 

"Iya sih, tapi kenapa selalu pas ulang tahun. Tahun ini juga."

Ya, cuma lagi melow aja suasananya kan dik. Liat aja tahun depan, ga begini kok.

Enggak tau kenapa, tapi aku ngerasa mungkin ada benarnya. Waktu udah deket deket ulang tahun selalu ngerasa lebih sensitif. Terlebih lagi selalu ada kata-kata udah nambah umur, harus berubah mulai sekarang, udah bukan anak kecil lagi , kata kata yang sama selalu setiap tahun. Apa itu tandanya aku tidak pernah menunjukkan kemajuan jadi lebih dewasa, makanya selalu dibilang sekarang bukan anak kecil lagi. Sensitif banget ga sih?

Setiap ulang tahun, rasanya kayak orang-orang berharap aku lebih, lebih, dan lebih lagi dari sebelumnya. Nggak cuma umur yang nambah, tapi semuanya.
Ada harapan harapan yang menjadi alasanku untuk terus bertahan dan berjuang.
Tapi ada juga harapan-harapan yang membuatku tertekan.

Kadang rasanya mengharapkan kejutan. Tapi disisi lain, aku lebih suka mendekam di kamar saja. Sembunyi dibalik selimut. Tidak mau ada acara keluar, tidak mau ada perayaan. Tapi mereka sudah merencanakannya, dan sudah budaya di keluarga kecil kami, kalau ada yang ulang tahun pasti makan keluar atau setidaknya ada perayaan meski sederhana.
Aku senang, tapi entah kenapa rasanya lelah. Bisa dialihkan aja nggak perayaannya jangan di hari H.

Sampai akhirnya ternyata ada yang sama. Tidak suka perayaan.
Tapi aku iseng aja bilang "itu kan tandanya mereka care." tapi aku tertawa saat mengatakan.
Aku senang ada yang mengucapkan selamat ulang tahun. Hanya saja, ada sesuatu perasaan lain yang masih belum aku ngertiin. Ya, sesusah itu ngertiin diri sendiri.

Nah!
Happy Birthday To You!
Karna lagi jauh jadi aku ga bisa kasi kejutan, tapi kayaknya sama aja meskipun lagi deket. Paling-paling aku traktir kamu makan pizza. Tapi makan dirumah aja sambil nonton film ya. Kayaknya aku mageran orangnya. Apalagi kalau hari kerja.

Kado sudah aku kirim setiap hari. Jadi jangan minta lagi.
Apalagi laptop sama Samsung S12. Itu nanti ya.
#Nantiya #NANTIYA



Lucid Dream

Selasa, 05 Februari 2019

Aku sedang ingin bermain hujan.
Maka aku mimikirkan tentang hujan.
Lalu datanglah hujan.
Kebetulan kah?
Ah tidak juga.

Aku sedang ingin makan pizza.
Maka aku pikirkan kalau bangunan di depanku ini menjual pizza.
Tapi aku tak punya uang. Tidak masalah.
Setelah makan pizza, aku bisa kabur dari sana.
Menyenangkan, bukan?

Aku sedang ingin menari tanpa malu di temani alunan musik pemusik jalanan.
Ada jalan lurus di hadapanku, di depan sana ada persimpangan.
Aku yakin kalau belok kiri akan tembus di alun-alun kota.
Dan benar saja.
Ada musisi jalanan yang sedang menggelar mini konser.
Ayo, menari!

Aku sedang ingin melihatmu.
Menyentuhmu. Merasakan suhu tubuhmu.
Menghirup aroma tubuhmu.
Mengusap pipimu. Ah tidak! Aku lebih ingin menarik pipimu.
Aku ingin memelukmu.
Sangat ingin.
Dan kalau kau mau menciumku, aku tak akan menolaknya.

Tapi kenapa susah sekali memunculkanmu.
Aku memikirkanmu berkali kali.
Mengedipkan mata berkali kali.
Berlari tak jelas arah.
Aku yakin kau ada di balik tembok itu.
Tapi tak juga kutemukan.

Kenapa sulit sekali?

Aku tak sedang memikirkan hujan, tapi tiba-tiba saja turun hujan.
Ada yang memayungiku. Siapa kah?
Belum sempat menoleh, kudengar seseorang berteriak.

Bangun!

Ah, sial.

Sebelum nyamuk dan tikus itu mati.

Minggu, 03 Februari 2019

Senin

Kemarin aku beli baygon.
Ah?
Kalau mau denger buka dulu headphone mu.
Sori tadi apa?
Kemarin aku beli baygon.
Iya nih, lagi banyak nyamuk ya akhir-akhir ini.
Hahahahahahaha.

---

Selasa

Eh, kamu lagi.Gimana? Nyamuknya udah hilang?
Belum. Malah makin banyak.
Udah kamu semprot Baygonnya?
Belum.
Kenapa?
Aku simpen dulu, belum pengen aku pakai.
Kamu nggak tega sama nyamuknya.
Iya, kayaknya nggak ada salahnya kalau mereka hidup sedikit lebih lama.
Oh, oke. Btw hari ini aku beli racun tikus.

---

Rabu

Oh, ternyata kamu dateng. Tikus dirumah kamu pasti belum mati.
Belum. Kayaknya nggak ada salahnya kalau dia hidup sedikit lebih lama.
Sudah kuduga.
Nyamuk dirumah kamu juga pasti masih banyak kan?
Tentu saja.
Sepertinya aku mau buat surat dulu.
Iya, aku juga.
Besok kita tukaran.
Oke.

---

Kamis

Ini suratku. Coba kau baca.
Dan ini suratku, beri tahu aku kalau ada kata-kata yang salah.
Banyak sekali salah ketiknya.
Tulisanmu susah kubaca, kenapa tidak diketik saja?
Sudah aku coret beberapa, bisa kau revisi. Aku harap masih bisa melihat hasil perbaikannya besok.
Semoga saja. Dan kau, sebaiknya surat ini kau ketik saja. 
Semoga aku masih bisa menunjukkan ketikannya padamu.
Oiya, hari jumat adalah hari yang baik untuk membunuh nyamuk.
Ya. Hari yang baik juga untuk membunuh tikus. Apa kau masih ada keinginan untuk membunuh nyamuk?
Tentu saja. Kau juga kan? Tikus itu sudah tidak pantas lagi ada di dunia. Dia sudah merugikan banyak orang. Apa ada lagi alasannya untuk hidup?
Entah. Lihat saja besok.
Oke. Lihat saja besok.

---

Jumat

Baygon sudah di semprot. Nyamuk itu pasti sudah tak bernyawa.
Racun tikus sudah dicampur ke umpan. Tikus itu pasti sudah mati.
Semua sesuai rencana.
Suratnya sudah diperbaiki, suratnya sudah diketik ulang.
Selamat tinggal. Ah tidak, maksudku, sampai jumpa.
Akan kemana kita sekarang? Dimana kita akan bertemu lagi?
Entah.

Kenapa selalu senja? Kenapa selalu pagi?

Selasa, 08 Januari 2019

Lagu. Puisi.  Kutipan. Foto.
Kenapa selalu tentang senja.
Kenapa selalu tentang pagi.
Apakah memang seindah itu?

Senja.
Apakah memang seperti deretan kata yang kau tulis dalam puisi-puisimu?

Pagi.
Ada apa dengan pagi sehingga ia sering sekali menjadi topik.

Kenapa sekali-sekali tak kau bicarakan tentang siang saja?

Tidak mau? Kenapa? Apa kau membencinya?
Karena kantukmu yang selalu datang kala itu?
Karena perutmu yang keroncongan tapi belum sempat diisi?
Karena teriknya matahari yang tak jarang sangat menyiksa kulitmu?
Karena kau mulai jenuh menatap tumpukan file di kantor?
Karena kau tak tahan mendengar ocehan guru di jam pelajaran terakhir?

Tidak apa apa. Kadang aku juga benci siang.
Ngantuk. Lapar. Panas. Jenuh.
Tidak salah lagi kenapa siang jarang disanjung layaknya senja dan pagi.

Tapi aku lebih suka siang dari pada pagi.
Saat ku bertemu siang artinya aku berhasil menjalani setidaknya setengah hari.
Pagi bagiku adalah waktunya perang.
Melawan rasa malas.
Melawan rasa kantuk yang luar biasa.
Melawan dinginnya air.
Melawan rasa mual yang kadang kala datang karena ku tak siap menghadapi hari.
Aku tak suka perang. Aku suka kedamaian.

Dan aku lebih suka siang dari pada senja.
Karena senja selalu berlalu begitu cepat bahkan sebelum aku sempat menikmatinya.
Dan, aku sudah bosan karena terlalu banyak orang yang seakan terobsesi dengan senja.
Senja punya makna katanya. Senja itu hangat katanya. Senja menjadi saksi katanya.
Senja itu romantis katanya.
Tidakkah itu berlebihan menganggapnya begitu hidup?

Aku tak benci senja. Aku juga tak benci pagi.
Aku juga tak sesuka itu dengan siang.

Aku suka malam. Karena kita akhirnya bisa bicara setelah penat menghadapi pagi, siang dan senja.
Tapi aku tetap lebih suka siang daripada malam. Jika kita bertemu.

Dan aku akan suka subuh, pagi, siang, senja, malam, dini hari. Jika kita bersama.




NB : Percayalah, saat menulis ini aku sedang kerasukan.

Sedang nggak semangat.

Senin, 07 Januari 2019

Nggak ngerti.
Rasanya sedang tidak bersemangat.
Rasanya ingin tidur saja.
Mengantuk di pagi hari.
Terjaga di malam hari.

Malas.
Rasanya malas melakukan kegiatan.
Rasanya ingin duduk saja di sudut kamar.
Atau membaca novel di bawah selimut.
Atau makan mi kuah saat hujan deras.
Di rumah.

Kesal.
Rasanya kesal.
Padahal seharusnya tidak kesal.
Biasanya juga tak kesal.
Aneh.

Bingung.
Ada apa denganku?
Kemana semangatku yang lalu?
Bisakah ia kembali padaku?
Aku butuh.

Aku ingin cerita.
Tapi tak tau harus cerita apa.
Aku pun tak tau kenapa ku tak bersemangat.
Aku saja tak mengerti ada apa.
Tapi aku ingin cerita.

Motivasi.
Siapa saja, tolong lah.
Berikan sepenggal kata.
Aku tau itu akan cukup membantu meski sesaat.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS