Kita semua berbohong

Selasa, 19 Juni 2018

Pernah nggak sih kalian dibohongin, atau pernah nggak sih kalian berbohong sama seseorang entah itu orang tua, teman, atau pacar kalian.
Mungkin ada yang nggak pernah. Mungkin.
Kalau aku? Jelas, pernah.

Satu alasan yang pasti kenapa berbohong itu dilakukan adalah karena ada sesuatu yang harus disembunyikan. Kenapa harus disembunyikan? Nah itu, ada banyak alasan.
Bisa jadi karena tidak ingin menyakiti hati seseorang, karena malu, karena ingin mendapatkan keuntungan, karena ingin dianggap hebat, atau karena takut.

Aku beberapa kali berbohong pada orang tuaku, tentang harga barang mahal yang aku beli (ya, mereka akan marah kalau misalkan aku mengeluarkan uang lebih hanya untuk sebuah barang yang sebenarnya bisa saja aku dapatkan dengan harga dibawah itu, tapi karena itu sesuatu yang bisa dibilang eksklusif jadi ya aku beli deh, hehehehe), aku juga pernah berbohong kenapa aku pulang larut, kenapa aku begadang, kenapa aku pulang telat saat sekolah dulu, dan masih banyak lagi. Kadang aku juga membantu adikku berbohong tentang nilai-nilai sekolahnya. Oh Tuhan 😢
Kalau dipikir-pikir kenapa aku berbohong? Kenapa kami (aku dan adikku) berbohong? Alasannya satu, karena TAKUT. Kami takut mereka marah, kami takut mereka kecewa, kami takut mereka tidak terima, kami takut mereka mendiamkan kami, kami takut.

Bukannya aku tak pernah mencoba untuk jujur akan hal-hal tersebut, hanya saja suatu ketika aku memutuskan untuk jujur mengatakan apa yang aku kerjakan, apa yang aku alami, dan yang terjadi adalah segala ketakutanku itu menjadi nyata. Apakah aku menyesal kemudian? Awalnya iya, rasanya sebaiknya aku berbohong saja. Berbohong untuk menyelamatkanku, menyelamatkan perasaan mereka juga, tapi aku tau kebohongan tidak akan pernah bisa bertahan selamanya. Tapi setelah aku pikir lagi, jujur itu tidak salah.
Memang, aku tak berbohong lagi tentang beberapa hal. Hanya saja kebohongan itu sudah berubah menjadi sesuatu yang lain yaitu rahasia. Hahahahaha, apa bedanya?

Aku memang berbohong, dan akupun juga dibohongi. Dan alasannya sama, mereka membohongiku karena mereka takut. Takut aku marah, takut aku sedih, takut aku kecewa. Kenapa? Kenapa takut? Aku mengerti, aku pun sama, aku pun takut.
Mungkin suatu saat aku bisa saja meledak (ya, aku kan seperti bom waktu). Tapi setidaknya ledakannya tidak besar dibanding sudah kecewa ditambah lagi dibohongi.

Aku bukan monster.
Mungkin aku akan marah, mungkin aku akan kecewa, mungkin juga aku akan sedih. Tapi lebih baik aku merasakan emosi itu karena mendengar sebuah kejujuran, daripada aku merasakannya karena aku dibohongi.

Oke, setelah aku menulis 400 lebih kata dalam post ini. Kesimpulannya apa?
Apakah aku berhenti berbohong? Apakah aku akan jujur sepanjang waktu? Hahahaha, tentu saja tidak. Aku akan menguranginya, tapi aku tak yakin bisa benar-benar menghentikannya. Karena kadang, aku melakukannya tanpa sadar.

Lalu, apa yang ingin aku sampaikan? Apa yang aku harapkan?
Jadi begini, aku berharap orang tidak berbohong karena mereka takut. Terutama kepadaku.
Tapi aku tak bisa memaksa, mungkin saat ini, besok, lusa, minggu depan, atau suatu hari nanti aku akan tetap dibohongi entah oleh siapa. Karena aku pun masih belum mampu untuk tidak berbohong sama sekali. Tapi kuharap alasannya bukan karena takut.

Jangan takut.
Dunia masih berputar, aku akan tetap bernafas, begitu juga kamu, kalian.
Jujur saja, dan sebisa mungkin aku juga akan jujur. Setidaknya kita semua sama-sama berusaha.
😇

Bom Waktu

Minggu, 17 Juni 2018

Bom Waktu
Aku seperti bom waktu. Bisa diam untuk waktu yang lama. Tidak tau kapan akan meledak. Sering terjadi dulunya. Bisa jadi itu juga yang membuatku kehilangan beberapa hal, beberapa orang. Atau bukan aku yang kehilangan mereka tapi mereka yang kehilanganku. Entahlah.

Terbiasa pura-pura nggak peduli. Terbiasa marah, diam, lalu lupa. Padahal dalam hati tak benar-benar lupa. Sampai di satu titik, aku tak tahan. Lalu memilih pergi. Ketika aku pergi, mereka kaget. Tapi ya begitulah. Aku bahkan kaget dengan apa yang aku alami. Waktu itu aku menahannya bertahun-tahun, dan lalu suatu hari boom! Aku meledak, dan pergi.

Aku pernah pergi dari kelompok pertemananku. Alasannya? Aku tak nyaman dengan mereka. Aku diam,  tak mengungkapkannya pada mereka, karena aku rasa tak ada gunanya juga berbicara. Memang,, terkadang aku masih ikut bersenda gurau dengan mereka, tapi di sisi lain aku tak benar-benar masih ada bersama mereka. Aku menghilang pelan tapi pasti, sampai akhirnya benar-benar tak mengobrol lagi dengan mereka. Aku akhirnya membentuk kelompok pertemananku yang baru. Tak terlalu dekat memang, tapi semuanya berjalan baik sampai aku lulus.

Aku pernah pergi dari orang yang aku anggap berarti selama bertahun-tahun. Awalnya aku diam, berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya baik-baik saja. Berusaha menumbuhkan perasaan positif. Tapi ternyata, memang seharusnya aku meledak lebih awal. Aku terlambat meledak. Atau seharusnya aku tak meledak? Tapi aku meledak. Dan itulah yang seharusnya terjadi sebelum ledakanku membahayakan orang lain juga.

Aku tau ini berbahaya. Efeknya tidak berhenti hanya dengan aku pergi. Entah efek ledaknya yang berbahaya? Atau justru aku yang berbahaya.
Atau aku membahayakan untuk diriku sendiri?

Aku seperti bom waktu.
Tak tau kapan meledak.
Berhati-hatilah.
Biar aku saja yang terluka.
Aku tak mau menambah beban dengan melukaimu juga.
Biarkan aku sendirian,karena aku tak tau kapan aku meledak.

Hahahahahahaha
Aku bercanda,
Aku baik-baik saja, kok.

Pulang

Sabtu, 09 Juni 2018

Pulang.

Dulunya kata-kata ini tak berarti banyak bagiku. Tapi entah kapan tepatnya kata ini berarti lebih dari sekedar pulang.
Aku tak pernah pergi jauh dari rumahku. Aku tak pernah pergi jauh dari tanah kelahiranku. Mungkin karena itu aku tak terlalu bisa memaknai apa itu Pulang.
Aku pulang setiap hari. Aku selalu disini, di rumah. Bersama orang tuaku, adik-adikku. Bahkan debu yang selalu menempel di ujung meja belajarku saja mungkin bosan denganku. Karena aku selalu disini.

Sampai akhirnya suatu hari aku mengenal seseorang yang berada jauh dari rumah. Orang yang sudah sejak dulu memaknai pulang dengan rasa yang berbeda. Seseorang yang ketika mendengar atau mengatakan kata “pulang” menjadi begitu special.
Begitu juga ketika aku mengetahui bahwa dia pulang. Dan lebih bahagianya lagi karna aku mengetahuinya sudah di rumah. Saat ini, detik ini. Akhirnya aku dan dia ada dalam zona waktu yang sama.

Dia pulang.

Dia pulang tak hanya membawa senyum bagi orang-orang yang merindukannya tapi juga perasaan bahagia, haru, dan rasa-rasa lain yang tak bisa kugambarkan. Aku yakin tak hanya aku, tapi banyak yang merindukannya.
Aku? Ah. Entahlah ada yang merindukanku atau tidak. Aku kan selalu pulang setiap hari. Aku di rumah.
Lucu, tiba-tiba saja aku ingin dirindukan. Tapi bukankah menyiksa juga mengetahui banyak orang yang menantikan kedatangan kita tapi kita tak bisa memenuhi keinginan mereka. Mungkin karena aku belum mampu melakukan hal itu makanya aku masih disini. Atau aku saat ini masih belum sampai hati membuat orang-orang merindukanku. Ya rindu memang berat. Dilan benar.

Dia pulang.

Membuatku susah berhenti tersenyum. Membuat kantukku hilang. Membuatku tak sabar menunggu hari esok. Membuatku tak sabar merasakannya secara langsung. Membuatku tak sabar merasakan hangat kulitnya. Membuatku tak sabar menghirup aroma tubuhnya. Membuatku tak sabar mendengar suaranya secara langsung. Sungguh, ini sangat ajaib. Hari ini ajaib, dia ajaib, aku ajaib, dunia ini ajaib. Tuhan juga ajaib. Beliau yang paling ajaib. Terimakasih.

Sungguh, aku masih susah percaya. Aku harap esok pagi aku membuka mataku lagi dan semuanya ini tidak berubah. Dia memang pulang. Dia memang disini. Bukan lagi ratusan kilometer jauhnya. Tapi disni, di kota yang sama. Begitu dekat.

Dia memang pulang.

Dia pulang.

Pulang.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS